Aspek Ontologi
Rahasia
di balik keindahan doa dan kesempurnaan munajat yang diucapkan oleh orang-orang
shalih merupakan untaian kata dalam doa ekspresi dari kedalaman perasaan mereka
terhadap apa yang mereka pintakan kepada Allah swt. Rasa begitu bergantung dan
bersandar pada ke Maha Kuasa dan Maha Besaran Allah swt sehingga mereka mampu
dalam mengungkapkan harapannya kepada Allah swt sebagai satu-satunya tempat
untuk meminta.Begitula, untaian kata dan hubungannya dengan letupan serta
gelora yang ada dalam jiwa. Rasulullah saw dan para sahabatnya, yang memiliki
tingkat ketaqwaan dan ketawakalan sangat tinggi kepada Allah swt, begitu indah
mengungkapkan kata demi kata yang mencakup harapannya kepada Allah swt. Para
hamba-hamba Allah swt yang shalih itu, mempunyai keyakinan dan iman yang
menyala-nyala dalam batinnya, hingga mereka begitu menggugah hati mengeluarkan
rangkaian kata untuk memohon kepada Allah swt secara menyeluruh. Mereka begitu
memiliki kedekatan yang tiada bandingannya kepada Allah swt selama hidupnya, sehingga
mereka mudah berinteraksi, berbicara, berdialog, meminta, memohon, bermunajat,
berkeluh kesah, bercerita kepada-Nya.
Aspek Estimologi
Mari kita perhatikan lagi, bagaimana bunyi salah satu do’a yang dipanjatkan Rasulullah saw seperti disampaikan oleh Abdullah bin Umar ra. Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan untaian do’a ini ketika pagi dan sore: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan kesalamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah tutuplah auratku. Lindungilah ketakutanku. Ya Allah peliharalah aku dari hadapanku, dari belakangku, dari sisi kananku, dari sisi kiriku, dari atasku. Aku berlindung dengan keagungan-Mu diserang dari bawahku.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Inilah permohonan yang dipanjatkan oleh Rasulullah saw. Mohon agar perlindungan Allah swt selalu menyertainya dari segalanya. Muatan sebuah do’a benar-benar merupakan pantulan dari ketergantungan seseorang yang begitu tinggi kepada Allah swt. Dan seperti itulah jiwa Rasulullah saw, para sahabatnya juga orang-orang shalih. Hingga ketergantungan yang demikian besar itu, seorang shalih dahulu, pernah menuliskan surat kepada saudaranya begitu singkat. Katanya, “Wa ba’du. Jika Allah swt bersamamu, siapa lagi yang engkau takuti ?? tapi jika Allah swt meninggalkanmu, kepada siapa engkau meminta?? Wassalam.”
Aspek Aksiologi
Mari Tanamkan nilai ketergantungan kepada Allah swt, Rasulullah saw menanamkan nilai ketergantungan kepada sahabatnya dengan begitu kuat. Diriwayatkan, Rasulullah saw pernah memba’iat para sahabatnya untuk tidak meminta kepada sesama manusia untuk keperluan apapun. Mereka yang dibai’at ketika itu adalah Abu Bakar Shiddiq, Abu Dzar, Tsuban, dan beberapa orang lainnya, radiallahu anhum. Disebutkan dalam shirah, orang-orang yang dibai’at Rasulullah itu kemudian tidak pernah meminta tolong kepada orang lain. Jika tali kekang atau kendali untanya jatuh, ia akan turun dan mengambilnya sendiri dan tidak meminta tolong orang lain untuk mengambilkannya. (HR. Muslim)
Mari kita perhatikan lagi, bagaimana bunyi salah satu do’a yang dipanjatkan Rasulullah saw seperti disampaikan oleh Abdullah bin Umar ra. Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan untaian do’a ini ketika pagi dan sore: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan kesalamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah tutuplah auratku. Lindungilah ketakutanku. Ya Allah peliharalah aku dari hadapanku, dari belakangku, dari sisi kananku, dari sisi kiriku, dari atasku. Aku berlindung dengan keagungan-Mu diserang dari bawahku.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Inilah permohonan yang dipanjatkan oleh Rasulullah saw. Mohon agar perlindungan Allah swt selalu menyertainya dari segalanya. Muatan sebuah do’a benar-benar merupakan pantulan dari ketergantungan seseorang yang begitu tinggi kepada Allah swt. Dan seperti itulah jiwa Rasulullah saw, para sahabatnya juga orang-orang shalih. Hingga ketergantungan yang demikian besar itu, seorang shalih dahulu, pernah menuliskan surat kepada saudaranya begitu singkat. Katanya, “Wa ba’du. Jika Allah swt bersamamu, siapa lagi yang engkau takuti ?? tapi jika Allah swt meninggalkanmu, kepada siapa engkau meminta?? Wassalam.”
Aspek Aksiologi
Mari Tanamkan nilai ketergantungan kepada Allah swt, Rasulullah saw menanamkan nilai ketergantungan kepada sahabatnya dengan begitu kuat. Diriwayatkan, Rasulullah saw pernah memba’iat para sahabatnya untuk tidak meminta kepada sesama manusia untuk keperluan apapun. Mereka yang dibai’at ketika itu adalah Abu Bakar Shiddiq, Abu Dzar, Tsuban, dan beberapa orang lainnya, radiallahu anhum. Disebutkan dalam shirah, orang-orang yang dibai’at Rasulullah itu kemudian tidak pernah meminta tolong kepada orang lain. Jika tali kekang atau kendali untanya jatuh, ia akan turun dan mengambilnya sendiri dan tidak meminta tolong orang lain untuk mengambilkannya. (HR. Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar